Upaya mendekatkan pemikiran, kepercayaan, visi dan misi umat islam merupakan cita-cita syari'at Islam. Yang demikian itu, karena kekuatan, kebangkitan, kejayaan dan tatanan masyarakat serta persatuan umat Islam di setiap masa dan negara tergantung kepadanya.
Setiap seruan kepada pendekatan semacam ini bila benar-benar bersih dari berbagai kepentingan, dan pada aplikasinya tidak mendatangkan dampak negatif yang lebih besar dibanding kemaslahatannya, maka wajib atas setiap muslim untuk memenuhinya, dan bahu-membahu bersama seluruh komponen umat Islam guna mewujudkannya.
Beberapa tahun terakhir, seruan semacam ini ramai di bicarakan orang, kemudian berkembang sampai ada dari sebagian umat Islam yang terpengaruh dengannya. Tak luput darinya Universitas Al Azhar, suatu lembaga pendidikan agama Islam terkenal dan terbesar yang dimiliki Ahlus Sunnah, yang menisbatkan dirinya kepada empat madzhab Fiqih (1).
Ini menyebabkan Universitas Al Azhar melebarkan misi "Pendekatan" melebihi misi sebelumnya ia emban sejak masa Sholahuddin Al Ayyuby. Pengaruh ini telah mengakibatkan Al Azhar keluar dari misi awalnya itu kepada upaya mengenal berbagai madzhab lainnya, terutama "Mazdhab Syi'ah Al Imamiyyah Al Itsnai 'Asyariyah".
Walaupun dalam hal ini dalam hal ini, Al Azhar masih berada di awal perjalanan. Oleh karenannya, sangat unrgen (penting) bagi setiap muslim yang berkompeten, untuk mengkaji, mempelajari, dan memaparkan masalah ini. Kajian yang bertujuan menggali segala hal yang terkait dengan mempertimbangkan segala dampak dan resiko yang mungkin terjadi.
Dikarenakan berbagai permasalahan dalam agama sangat rumit, maka penyelesainnyapun haruslah dengan cara yang bijak, cerdas dan tepat. Dan hendaknya orang yang mengkajinyapun benar-benar menguasai segala aspeknya, berilmu, dan objektif dalam setiap kajian dan kesimpulannya, dengan demikian hasil yang diinginkan dan mendatangkan berbagai dampak positif.
Menurut hemat kami, syarat pertama agar perihal ini juga setiap perkara yang berkaitan dengan berbagai pihak berhasil adalah adanya interaksi dari kedua belah pihak atau seluruh pihak terkait.
Kita contohkan dengan perkara pendekatan antara Ahlus Sunnah dengan sekte Syi'ah, Guna merealisasikan seruan taqrib antara kedua paham ini didirikan suatu lembaga di Mesir, yang didanai oleh anggaran belanja negara yang berfaham syi'ah ini telah memberikan bantuan resmi tersebut hanya kepada kita. Akan tetapi, mereka tidak pernah memberikan hal tersebut pada bangsa dan pengganut pemahamannya sendiri.
Mereka tidak pernah memberikan bantuan ini guna mendirikan "Lembaga Pendekatan" di kota Teheran atau kum, atau Najef atau Jabal 'Amil, atau tempat-tempat lain yang merupakan pusat pengajaran dan penyebaran paham syi'ah. (2)
Bahkan sebaliknya, beberapa tahun terakhir ini dari berbagai pusat pengajaran dan penyebaran paham syi'ah tersebut diterbitkan berbagai buku yang meruntuhkan solidaritas dan tarqib. Buku-buku yang menjadikan bulu roma kita berdiri, Diantara buku-buku tersebut adalah buku (Az Zahra) tiga jilid, yang diedarkan oleh ulama' kota Najef.
Pada buku tersebut, mereka mengkisahkan bahwa Amirul Mukminin Umar bin Al Khattab -radiallahu 'anhu-, ditimpa suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan selain dengan air mani kaum lelaki!!?. Buku tersebut berhasil didapatkan oleh ustadz Al Basyir Al Ibrahimy, ketua ulama' Al Geria (Al-Jazaer) pada kunjungan pertama ke Iraq.
Sebenarnya, kebutuhan jiwa najis yang telah mencetuskan kekejian paham semacam ini kepada "Seruan Pendekatan" lebih mendesak dibanding kebutuhan Ahlus Sunnah kepadanya.
Sebagai contoh: Diantara perbedaan yang paling mendasar antara kita (Ahlus Sunnah) dengan mereka (Syi'ah) berkisar seputar:
1. Dakwaan bahwa mereka lebih loyal dibanding kita kepada Ahlul Bait. (3)
2. Dan sikap mereka yang menyembunyikan, bahkan menampakkan kebencian dan permusuhan kepada sahabat Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam-. Padahal diatas pundak merekalah agama Islam tegak. Kebencian ini menjadikan mereka berani melemparkan tuduhan keji semacam ini kepada Amirul Mukminin Umar bin Al Khattab -radhiallahu 'anhu-.
Andai mereka bersikap objektif, niscaya mereka lebih dulu mengurangi kebencian dan permusuhan mereka kepada para imam generasi pertama umat Islam ini. Kemudian mereka bersyukur kepada Ahlus Sunnah atas sikapnya yang terpuji terhadap Ahlul Bait. Ahlus Sunnah tidak pernah lalai dari kewajiban menghormati dan memuliakan mereka (Ahlul Bait).
Lain halnya bila yang dimaksudkan dengan penghormatan kepada Ahlul Bait adalah menjadikan sebagai sesembahan yang diibadahi bersama Allah, sebagaimana yang mereka lakukan diberbagai kuburan Ahlul Bait yang berada di tengah-tengah penganut paham syi'ah.
Interaksi harus dilakukan secara imbal balik antara kedua belah pihak yang diinginkan untuk terjalin toleransi dan pendekatan antara keduanya. Akan tetapi interaksi tidak akan pernah terwujud selain dengan mempertemukan antara positif dan negatif (pro dan kontra). Sebagaimana interaksi juga tidak akan pernah terealisasi bila berbagai gerak dakwah dan aplikasinya hanya terfokus pada satu pihak semata, sbagaimana yang terjadi sekarang ini.
Sebagaimana kami mengkritik keberadaan lembaga taqrib tunggal yang berpusatkan di ibu kota negeri Ahlus Sunnah, yaitu Mesir ini, karena tidak diimbangi oleh pusat-pusat kota negeri madzhab syi'ah. Bahkan berbagai pusat penyebaran ajaran paham syi'ah itu gencar mengajarkannya, dan memusuhi pemahaman lain. Kami juga mengkritik upaya memasukkan permasalahan ini sabagai mata kuliah di Universitas Al Azhar, selama hal yang sama tidak dilakukan di berbagai perguruan syi'ah.
Disebabkan upaya ini sebagaimana yang sekarang terjadi hanya diterapkan sepihak, maka tidak akan pernah berhasil. Bahkan tidak menutup kemungkinan malah menimbulkan interaksi balik yang tidak terpuji.
Termasuk cara paling sederhana dalam mengadakan pengenalan ialah dengan memulainya dari permasalahan furu' (cabang). sebelum membahas berbagai permasalahan ushul (prinsip)!. Ilmu Fiqih Ahlus Sunnah dan Ilmu Fiqih Syi'ah tidaklah bersumber dari dalil-dalil yang disepekati antara kedua kelompok. Dasar-dasar fiqih keempat imam Madzhab Ahlus Sunnah berbeda dengan dasar-dasar fiqih Syi'ah.
Selama tidak terjadi penyatuan dasar-dasar dan ushul sebelum kita mengkaji berbagai permasalahan furu'. Selama tidak ada penyatuan persepsi kedua belah pihak dalam sumber-sumber hukum, yang diimplementasikan pada lembaga-lembaga pendidikan agama yang mereka miliki, maka tidak ada gunanya kita menyia-nyiakan waktu membahas permasalahan furu'.
Yang kita maksudkan bukan hanya ilmu ushul fiqih, akan tetapi ushul/dasar-dasar agama kedua belah pihak dari akar permasalahannya yang paling mendasar.
-----------------------------------------------
1. Yaitu Mazhab Hanafi, Syafi'i dan Hambali.
2. Bantuan semacam ini sepanjang sejarah telah mereka lakukan berulang kali. Berkat para da'i yang mereka utus dengan misi inilah selatan Iraq yang sebelumnya negeri sunni yang padanya terdapat minoritas Syi'ah berubah menjadi negeri Syi'ah yang padanya terdapat minoritas kaum sunni. Dicatatkan bahwa sejak masa Jalaluddin As Suyuthy, telah didapatkan da'i Syi'ah yang datang dari Iran ke Mesir, dan orang inilah yang diisyaratkan oleh As Syuyuty, dalam kitabnya yang berjudul "Al Hawi Lil Fatawi", cet Percetakan Al Muniriyyah jilid 1 Hal.330. Dan disebabkan oleh Da'i asal Iran inilah As Syuyuty menuliskan karyanya yang berjudul " Miftahul Jannah Fi Al I'itisham Bissunnah."
3. Ahlul Bait adalah karib kerabat Nabi Muhammad -shalallahu 'alaihi wa sallam-
-----------------------------------------------
Penulis : Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib
Sumber : Pustaka Muslim
Setiap seruan kepada pendekatan semacam ini bila benar-benar bersih dari berbagai kepentingan, dan pada aplikasinya tidak mendatangkan dampak negatif yang lebih besar dibanding kemaslahatannya, maka wajib atas setiap muslim untuk memenuhinya, dan bahu-membahu bersama seluruh komponen umat Islam guna mewujudkannya.
Beberapa tahun terakhir, seruan semacam ini ramai di bicarakan orang, kemudian berkembang sampai ada dari sebagian umat Islam yang terpengaruh dengannya. Tak luput darinya Universitas Al Azhar, suatu lembaga pendidikan agama Islam terkenal dan terbesar yang dimiliki Ahlus Sunnah, yang menisbatkan dirinya kepada empat madzhab Fiqih (1).
Ini menyebabkan Universitas Al Azhar melebarkan misi "Pendekatan" melebihi misi sebelumnya ia emban sejak masa Sholahuddin Al Ayyuby. Pengaruh ini telah mengakibatkan Al Azhar keluar dari misi awalnya itu kepada upaya mengenal berbagai madzhab lainnya, terutama "Mazdhab Syi'ah Al Imamiyyah Al Itsnai 'Asyariyah".
Walaupun dalam hal ini dalam hal ini, Al Azhar masih berada di awal perjalanan. Oleh karenannya, sangat unrgen (penting) bagi setiap muslim yang berkompeten, untuk mengkaji, mempelajari, dan memaparkan masalah ini. Kajian yang bertujuan menggali segala hal yang terkait dengan mempertimbangkan segala dampak dan resiko yang mungkin terjadi.
Dikarenakan berbagai permasalahan dalam agama sangat rumit, maka penyelesainnyapun haruslah dengan cara yang bijak, cerdas dan tepat. Dan hendaknya orang yang mengkajinyapun benar-benar menguasai segala aspeknya, berilmu, dan objektif dalam setiap kajian dan kesimpulannya, dengan demikian hasil yang diinginkan dan mendatangkan berbagai dampak positif.
Menurut hemat kami, syarat pertama agar perihal ini juga setiap perkara yang berkaitan dengan berbagai pihak berhasil adalah adanya interaksi dari kedua belah pihak atau seluruh pihak terkait.
Kita contohkan dengan perkara pendekatan antara Ahlus Sunnah dengan sekte Syi'ah, Guna merealisasikan seruan taqrib antara kedua paham ini didirikan suatu lembaga di Mesir, yang didanai oleh anggaran belanja negara yang berfaham syi'ah ini telah memberikan bantuan resmi tersebut hanya kepada kita. Akan tetapi, mereka tidak pernah memberikan hal tersebut pada bangsa dan pengganut pemahamannya sendiri.
Mereka tidak pernah memberikan bantuan ini guna mendirikan "Lembaga Pendekatan" di kota Teheran atau kum, atau Najef atau Jabal 'Amil, atau tempat-tempat lain yang merupakan pusat pengajaran dan penyebaran paham syi'ah. (2)
Bahkan sebaliknya, beberapa tahun terakhir ini dari berbagai pusat pengajaran dan penyebaran paham syi'ah tersebut diterbitkan berbagai buku yang meruntuhkan solidaritas dan tarqib. Buku-buku yang menjadikan bulu roma kita berdiri, Diantara buku-buku tersebut adalah buku (Az Zahra) tiga jilid, yang diedarkan oleh ulama' kota Najef.
Pada buku tersebut, mereka mengkisahkan bahwa Amirul Mukminin Umar bin Al Khattab -radiallahu 'anhu-, ditimpa suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan selain dengan air mani kaum lelaki!!?. Buku tersebut berhasil didapatkan oleh ustadz Al Basyir Al Ibrahimy, ketua ulama' Al Geria (Al-Jazaer) pada kunjungan pertama ke Iraq.
Sebenarnya, kebutuhan jiwa najis yang telah mencetuskan kekejian paham semacam ini kepada "Seruan Pendekatan" lebih mendesak dibanding kebutuhan Ahlus Sunnah kepadanya.
Sebagai contoh: Diantara perbedaan yang paling mendasar antara kita (Ahlus Sunnah) dengan mereka (Syi'ah) berkisar seputar:
1. Dakwaan bahwa mereka lebih loyal dibanding kita kepada Ahlul Bait. (3)
2. Dan sikap mereka yang menyembunyikan, bahkan menampakkan kebencian dan permusuhan kepada sahabat Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam-. Padahal diatas pundak merekalah agama Islam tegak. Kebencian ini menjadikan mereka berani melemparkan tuduhan keji semacam ini kepada Amirul Mukminin Umar bin Al Khattab -radhiallahu 'anhu-.
Andai mereka bersikap objektif, niscaya mereka lebih dulu mengurangi kebencian dan permusuhan mereka kepada para imam generasi pertama umat Islam ini. Kemudian mereka bersyukur kepada Ahlus Sunnah atas sikapnya yang terpuji terhadap Ahlul Bait. Ahlus Sunnah tidak pernah lalai dari kewajiban menghormati dan memuliakan mereka (Ahlul Bait).
Lain halnya bila yang dimaksudkan dengan penghormatan kepada Ahlul Bait adalah menjadikan sebagai sesembahan yang diibadahi bersama Allah, sebagaimana yang mereka lakukan diberbagai kuburan Ahlul Bait yang berada di tengah-tengah penganut paham syi'ah.
Interaksi harus dilakukan secara imbal balik antara kedua belah pihak yang diinginkan untuk terjalin toleransi dan pendekatan antara keduanya. Akan tetapi interaksi tidak akan pernah terwujud selain dengan mempertemukan antara positif dan negatif (pro dan kontra). Sebagaimana interaksi juga tidak akan pernah terealisasi bila berbagai gerak dakwah dan aplikasinya hanya terfokus pada satu pihak semata, sbagaimana yang terjadi sekarang ini.
Sebagaimana kami mengkritik keberadaan lembaga taqrib tunggal yang berpusatkan di ibu kota negeri Ahlus Sunnah, yaitu Mesir ini, karena tidak diimbangi oleh pusat-pusat kota negeri madzhab syi'ah. Bahkan berbagai pusat penyebaran ajaran paham syi'ah itu gencar mengajarkannya, dan memusuhi pemahaman lain. Kami juga mengkritik upaya memasukkan permasalahan ini sabagai mata kuliah di Universitas Al Azhar, selama hal yang sama tidak dilakukan di berbagai perguruan syi'ah.
Disebabkan upaya ini sebagaimana yang sekarang terjadi hanya diterapkan sepihak, maka tidak akan pernah berhasil. Bahkan tidak menutup kemungkinan malah menimbulkan interaksi balik yang tidak terpuji.
Termasuk cara paling sederhana dalam mengadakan pengenalan ialah dengan memulainya dari permasalahan furu' (cabang). sebelum membahas berbagai permasalahan ushul (prinsip)!. Ilmu Fiqih Ahlus Sunnah dan Ilmu Fiqih Syi'ah tidaklah bersumber dari dalil-dalil yang disepekati antara kedua kelompok. Dasar-dasar fiqih keempat imam Madzhab Ahlus Sunnah berbeda dengan dasar-dasar fiqih Syi'ah.
Selama tidak terjadi penyatuan dasar-dasar dan ushul sebelum kita mengkaji berbagai permasalahan furu'. Selama tidak ada penyatuan persepsi kedua belah pihak dalam sumber-sumber hukum, yang diimplementasikan pada lembaga-lembaga pendidikan agama yang mereka miliki, maka tidak ada gunanya kita menyia-nyiakan waktu membahas permasalahan furu'.
Yang kita maksudkan bukan hanya ilmu ushul fiqih, akan tetapi ushul/dasar-dasar agama kedua belah pihak dari akar permasalahannya yang paling mendasar.
-----------------------------------------------
1. Yaitu Mazhab Hanafi, Syafi'i dan Hambali.
2. Bantuan semacam ini sepanjang sejarah telah mereka lakukan berulang kali. Berkat para da'i yang mereka utus dengan misi inilah selatan Iraq yang sebelumnya negeri sunni yang padanya terdapat minoritas Syi'ah berubah menjadi negeri Syi'ah yang padanya terdapat minoritas kaum sunni. Dicatatkan bahwa sejak masa Jalaluddin As Suyuthy, telah didapatkan da'i Syi'ah yang datang dari Iran ke Mesir, dan orang inilah yang diisyaratkan oleh As Syuyuty, dalam kitabnya yang berjudul "Al Hawi Lil Fatawi", cet Percetakan Al Muniriyyah jilid 1 Hal.330. Dan disebabkan oleh Da'i asal Iran inilah As Syuyuty menuliskan karyanya yang berjudul " Miftahul Jannah Fi Al I'itisham Bissunnah."
3. Ahlul Bait adalah karib kerabat Nabi Muhammad -shalallahu 'alaihi wa sallam-
-----------------------------------------------
Penulis : Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib
Sumber : Pustaka Muslim
No comments:
Post a Comment